Aku Hanya Anak Kebanyakan
Aku Hanya Anak Kebanyakan
Part ke-2
#JejakGuruMadrasahInspiratif
Aku tak ubahnya seperti kebanyakan anak-anak pada umumnya di kampungku. Kehidupan keluarga sederhana, tidak ada yang istimewa dari keluargaku. Ayahku tidak berpendidikan tinggi hanya sempat sekolah di sekolah rakyat (SR) hingga kelas 4, sementara ibuku tidak pernah mengeyam pendidikan formal hingga ibuku tidak bisa baca tulis huruf, ibuku hanya mengaji pada guru ngaji di kampungku.
Melihat hal itu, tentunya sudah dipastikan bapakku tidak mempunyai pekerjaan tetap. Ayahku bekerja serabutan, terkadang mengandalkan hasil ternak bebek yang diumbar di pematang sawah, terkadang membuat arang kayu, bahkan ayahku pernah menjadi HANSIP dan ketua RT.
Sudah dipastikan penghasilan tidak pernah tetap, bahkan terkadang tidak punya uang sama sekali. Pernah aku dan keluarga memakan beras bulgur yang diperuntukkan untuk pakan bebek. Begitulah kondisi keluarga sederhanaku. Namun, semuanya tetap aku syukuri.
Sejak di madrasah ibtidaiyah (MI) aku sudah senang dengan ternak. Mulai ternak ayam, itik, ikan, dan kambing Jawa. Aku pun yang membuat kandang ternak sendiri, jelasnya aku senang beternak hingga kini walau dalam kondisi keterbatasan, tentunya sekarang dibantu oleh asisten.
Kegiatan hari-hariku sekolah di madrasah pada waktu petang dan juga sekolah di Sekolah Dasar (SD) pada waktu pagi. Ketika naik kelas tiga waktu belajar di madrasah ibtidaiyah terjadi perubahan, awalnya madrasah ibtidaiyah pada waktu petang kini beralih pada waktu pagi hari. Terpaksa aku harus memilih di antara dua pilihan, aku memilih madrasah daripada Sekolah Dasar walau di SD naik kelas empat.
Di madrasah muridnya tidak banyak hanya 21 murid, sementara di SD lebih dari itu. Maklum terkadang orang tua lebih banyak memilih sekolah umum daripada sekolah di madrasah. Bagiku lebih senang di madrasah karena pelajaran agamanya lebih mendalam daripada di sekolah umum.
Selepas pulang sekolah, biasanya aku dan teman-teman suka main ketapel, kebun demi kebun aku jelajahi untuk memburu burung, terkadang dalam perjalanan berburu burung ada saja kutemui pohon buah yang sedang berbuah. Tak membuang waktu diketapellah buah itu hingga jatuh. Aku dan teman-teman bersuka ria menyantapnya.
Masa-masa kecil memang paling mengasikan, lingkungan masih asri, buah-buahan banyak tumbuh di berbagai kebun, tidak ada pagar yang membatasi kepemilikan. Sawah masih luas membentang, sungai airnya jernih, empang-empang pun laksana pagar antara kampung dan persawahan.
Hidup di kampung yang terpenting dan paling utama mempunyai beras, lauk pauk tinggal metik di kebun, ikan tinggal nyerok di sawah. Dahulu banyak anak banyak rezeki karena anak-anak cukup membujang/bekerja di sawah, ketika panen mereka akan membawa pulang hasil panen dari majikannya. Kalau anaknya lima orang, maka sudah 5 karung, cukup untuk makan satu tahun.
Komentar
Posting Komentar