Pendidikan Mengubah Hidupku
Pendidikan Mengubah Hidupku
Namaku Suharto, Orang sering menyapaku dengan sapaan Cing Ato. Aku asli Jakarta (Betawi). Orang tuaku tidak berpendidikan tinggi. Bapakku hanya sampai kelas 4 SR (Sekolah Rakyat), sementara ibuku tidak pernah mengeyam bangku pendidikan.
Aku tumbuh dari keluarga sederhana, orang tuaku hanya kerja serabutan sementara ibuku hanya sebagai ibu rumah tangga. Sudah dipastikan kehidupan sehari-hari tidak seperti orang berkecukupan. Pernah suatu hari aku dan keluarga makan beras (bulgur) untuk pakan bebek. Saking tidak ada uang untuk membeli beras.
Melihat kondisi seperti itu, aku harus bangkit agar dikemudian hari kehidupanku lebih baik dari orang tuaku. Salah satu yang bisa merubah adalah pendidikan. Aku harus berpendidikan tinggi, aku yakin aku bisa. Maka itu, aku harus pintar. Bagaimana agar aku selalu mendapatkan nilai terbaik. Aku harus menciptakan teknik belajar agar setiap mata pelajaran bisa aku kuasai.
Ketika duduk di kelas 2 MTs Nurul Huda, aku menciptakan sendiri teknik belajar. Berdasarkan teknik ini aku selalu ada dipusaran 5-10 besar dan hal ini menghantarkanku hingga ke perguruan tinggi negeri IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Alhamdulillah, aku lulus lewat dua jalur; jalur prestasi dan reguler.
Lewat jalur prestasi aku harus bersaing dengan 200 peserta terbaik Jakarta. Sementara yang diterima hanya 50 peserta. Alhamdulillah, aku lulus mewakili Jakarta.
Sementara lewat jalur reguler/tets, aku bersaing dengan 3000 peserta dari berbagai daerah, kuota yang diterima sekitar 200 peserta. Alhamdulillah, aku termasuk ke dalam peserta yang 200 itu.
Ya, itulah proses tidak menghianati hasil. Kesungguhan, belajar keras, strategi belajar dan fokus belajar menghantarkan kepada sebuah kesuksesan.
Aku meramu teknik bagaimana agar bisa menguasai materi pembelajaran yang bersifat non eksak. Adapun tekniknya seperti ini:
1. Merangkum seluruh materi dalam setiap bab.
2. Membuat pertanyaan sebanyak mungkin yang meliputi materi yang aku rangkum.
3. Menghafal materi yang sudah di rangkum.
4. Menguji kemampuan dengan pertanyaan yang sudah dipersiapkan.
Di samping teknik belajar, yang tidak kalah pentingnya aku mencari tempat yang nyaman untuk belajar. Maklum aku tipe orang yang senang belajar menyendiri dan sunyi. Maka itu, aku mencari tempat belajar yang jauh dari keramaian.
Ada berapa tempat yang aku jadikan tempat belajar. Seperti, di dalam kamar aku sendiri, di musala dekat rumahku, di samping gedung sekolah dasar yang kebetulan letaknya di pinggir perkampungan dan berhadapan dengan area persawahan, dan di gubuk pak tani yang ada di pematang sawah.
Seorang diri aku menghafal hingga semua materi pembelajaran masuk ke otakku. Untuk mengetahui materi aku kuasai, aku menggunakan teknik kedua menanyakan dari pertanyaan yang sudah aku siapkan sebelumnya. Aku akan berhenti belajar kalau semua materi pelajaran berhasil aku jawab dengan benar.
Aku senang dengan pelajaran Bahasa Arab. Pernah waktu kelas 3 Aliyah. Ketika itu baru saja liburan pembagian raport kelas 2 dan naik ke kelas 3 Aliyah. Ketika liburan sekolah aku membeli buku bahasa Arab lalu aku pelajari hingga tuntas satu buku. Bermodal kamus bahasa Arab Marbawi kamus bahasa Arab bertulis Arab Melayu. Aku terjemahkan kosa kata yang aku tidak tahu.
Aku senang bahasa Arab karena selepas magrib aku mengaji dengan guru ngaji yang masih ada hubungan famili. Beliau mengajarkan dasar-dasar ilmu Nahwu dan Sharaf. Dari sini sedikit banyak paham bahasa Arab.
Pernah suatu hari guru bahasa Arab di Aliyah menunjukku untuk membaca buku bahasa Arab. Aku baca dan sekaligus menerjemahkan. Alhamdulillah, aku baca lancar. Sehingga teman sebangkuku nyeletuk."Ente membaca bahasa Arab seperti membaca koran saja, lancar sekali."
Aku hanya tersenyum, dia tidak tahu aku mempelajarinya selama satu bulan ketika libur sekolah, wajarlah aku bisa.
Ada juga cerita yang menarik. Ketika aku belajar mata pelajaran Al-Qur'an dan Hadits. Guruku bertanya tentang kedudukan I'rab ayat Al-Qur'an yang sedang di bahas. Semua murid ditanya satu persatu. Semuanya tidak ada yang bisa, kecuali aku. Semua mendapatkan hadiah berupa sabetan mistar/penggaris. Lucunya, ketika sampai di tempat dudukku, guruku tidak langsung bertanya kepada ku malahan teman yang duduk di sampingku dan terus deretan meja di belakangku. Semuanya digebuk, tinggal aku yang belum ditanya. Guruku kembali lagi ke mejaku, sepertinya guruku tahu bahwa aku bisa menjawabnya, makanya aku ditanya paling akhir.
Alhamdulillah, aku bisa menjawabnya. Terbebaslah aku dari sabetan penggaris. Terus terang aku belajar bahasa Arab bukan saja di madrasah,tetapi aku juga belajar di lingkungan masyarakat dengan guru ngaji. Itulah kelebihan kalau kita belajar bukan hanya satu tempat.
Kebiasaan mengaji itu terus berjalan hingga aku berumah tangga. Hampir setiap hari siang maupun malam aku selalu mendatangi guru-guru ngaji untuk menimba ilmu. Terkadang aku pulang sampai pukul 23.00 WIB. Karena sudah terbiasa ngaji sampai sakitpun aku masih ada keinginan untuk mengaji, namun kali ini aku tidak bisa mendatangi guru-guru di rumah atau majelisnya. Kini aku mengaji lewat media tiktok dengan pak KH. Sugiono bin Abdul Manaf dengan majlis ta'lim MT.Bariz.
Belajar bagi diriku adalah sepanjang masa, walau dalam kondisi sakit pun aku tetap belajar dan mengikuti berbagai pelatihan lewat online. Di samping itu pula aku bisa menulis dan membuat buku. Sehingga banyak karya yang aku hasilkan.
Alhamdulillah, dari apa yang aku lakukan di kala sakit menghantarkan aku menjadi guru madrasah inspiratif tingkat Nasional tahun 2024. Bukan itu saja banyak para youtuber, mahasiswa, lembaga pendidikan, dan pertelevisian menyapaku.
Pendidikan mengubah hidupku dari anak seorang kerja serabutan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Setidaknya kehidupanku tidak seperti orang tuaku yang terlalu lelah mencari rezeki, terkadang dapat terkadang tidak. Sekali waktu ketika aku pinta ongkos untuk pergi ke sekolah orang tuaku tidak mempunyai sedikitpun, terpaksa harus meminjam tetangga.
Kini aku dan keluarga hidup tidak pernah kekurangan dan mencari rezeki tidak harus berusasah payah. Apalagi di topang oleh istriku yang juga sebagai seorang guru PNS. Alhamdulillah, setidaknya aku dan keluargaku tidak mengalami seperti apa yang aku alami di waktu kecil.
Komentar
Posting Komentar