Salah Jadwal

Salah Jadwal

Malam Jum'at Aku dapat kabar duka dari saudara bahwa orang tuaku meninggal. Adik iparku menghubungi istriku.

"Kak, Bapak meninggal," ucap adik ipar.
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un,"ucap istriku sambil sedikit kaget.
"Kapan dik bapak meninggal?" 
"Ba'da Magrib Kak." 
"Ya, sudah nanti Kakak ke sana."

Aku dan istri pergi ke kampung halaman orang tua istriku. Semua anak-anak aku bawa untuk melihat jenazah kakeknya. Aku izin ke sekolah untuk tidak hadir mengajar.

Berangkatlah aku menuju rumah mertuaku. Butuh waktu satu setengah jam untuk sampai ke sana dengan mengendarai mini bus. Sesampainya di sana aku lihat sudah banyak saudara dan tetangga berkumpul untuk takjiah.

Aku pun sibuk untuk membantu mempersiapkan segala sesuatu untuk pengurusan jenazah. Jenazah dimandikan oleh anak-anak mertuaku. Sementara aku menyiapkan keperluan lainnya. Selesai dimandikan jenazah dikapankan. Setelah selesai semua baru jenazah di bawa ke masjid untuk disalatkan. Tidak menunggu salat Jumat jenazah sesampai di masjid langsung disalatkan dan dimakamkan. 

Waktu salat Jumat pun tiba aku pun ikut salat Jumat di masjid kampung istriku. Aku sudah tidak asing dengan masjid itu, karena aku sering berkunjung untuk salat, jika aku silaturahmi ke rumah mertua. Bahkan sedikit banyak kenal dengan para ustaz dan jamaah masjid.

Selesai salat Jumat aku istirahat sejenak untuk memulihkan tenaga. Waktu Ashar aku buka Handphone yang sejak datang aku taruh di tas. Betapa kaget aku melihat ada yang menghubungiku.

"Pak ustaz jangan lupa nanti giliran khutbah," ucap ketua masjid.
"Astaghfirullah,... Bukankah jadwalku Jumat depan," pikirku.

Aku hanya terdiam sejenak, kemarin aku lihat Jumat depan, kenapa Jumat ini aku giliran khatib. Aku sedikit bingung dan menerka-nerka apakah aku salah lihat atau ketua masjid yang salah. Sementara aku hari itu tidak bisa melihat jadwal karena aku ada di rumah mertua.

Hari Senin aku pulang dan langsung melihat Jadwal.
"Loh, betul jadwal khutbahku Jumat depan," ucapku.
Akupun bersih kukuh bahwa aku tidak salah. Tetapi aku masih penasaran aku lihat lagi. Aku lihat satu - persatu dengan teliti.
"Astaghfirullah,... Ini jadwal tahun lalu. Ya, Allah kenapa jadi begini?" ucapku sedikit membuncah.

Aku sedikit tidak habis pikir kenapa jadwal tahun lalu yang aku tempel, sementara jadwal tahun ini kemana?...

Semua ini berawal dari kepindahan rumah. Kebetulan aku pindah rumah, semua yang menempel di dinding aku copot dan aku letakkan jadwal itu di map khusus kumpulan kegiatan kemasyarakatan. Karena kegiatan kemasyarakatan bisa dijadikan nilai tambah untuk kenaikan pangkat.

Keesokan harinya aku tempel di dinding kamarku. Aku tidak melihat dan membacanya lagi langsung tempel karena bentuknya sama. Aku juga melihat bukan tanggal dan tahun, tapi pekannya saja. Maka itu, aku lihat jadwal khatib Jumat depan bukan jumat Sekarang.

Biasanya ketua juga mengingatkan satu hari sebelumnya, tapi ini pagi hari. Sementara sejak subuh aku sudah tidak pegang handphone, karena fokus kepada mertuaku. Handphone aku taruh di tas. Sore hari baru aku buka.

Ya, sudahlah karena sudah terjadi dan aku pikir di masjid ada petugas khatib yang standby di tempat untuk mengantisipasi jika khatib berhalangan hadir.

Masalah sudah berlalu dan tidak terjadi masalah, namun tetiba Minggu berikutnya ada WhatsApp tanpa nama menghubungiku.
Dengan nada sedikit marah.

"Hampir saja salat Jumat bubar," ucapnya menyindir.
"Maaf, bukan aku tidak mau datang atau lepas tanggung jawab, tapi salah lihat jadwal dan kebetulan pada hari yang sama mertuku meninggal," ucapku.
"Ini urusan umat jangan suka mempermainkan...," timpalnya dengan sinis.

Aku lihat nadanya tidak bersahabat dan sipatnya menyalahkan tanpa mengetahui dahulu duduk permasalahannya. Aku putuskan menghubungi langsung, tapi tidak diangkat. Aku hubungi berkali-kali tetap tidak di angkat.

"Dasar pengecut, mengkritik tanpa identitas," ucap dalam hati.

Akupun penasaran aku hubungi teman khatib untuk menanyakan siapa yang punya nomor ini, tapi temanku tidak mengetahuinya.

Aku hanya ingin tahu saja dan ingin bicara langsung agar dia tahu duduk permasalahan yang sebenarnya dan tidak menghakimi.

Andaikan sampai salat Jumat bubar karenaku, maka mereka pengurus masjid juga terkena kesalahan. Kenapa bisa seperti itu? Ya, setiap orang yang ingin membangun masjid harus ada orang yang mengorbankan diri untuk standby di masjid itu. Tujuannya untuk mengantisipasi jika khatib berhalangan. Atau secara bergantian standby di masjid. Bukannya masjid sendiri ditinggal untuk mengisi khatib di masjid orang lain.

Sampai sekarang aku tidak mengetahui siapa yang menghubungiku. Aku punya filing, tapi aku tidak berani menerka, takut salah terka. Ya, sudahlah anggap saja angin berlalu.











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Duta Guru Inspiratif DKI Jakarta; Anugerah GTK Madrasah Berprestasi Tingkat Nasional 2024.

Hadiah dari Allah yang Terabaikan

Tukang Minyak Keliling Pencetak Para Sarjana