Ketika Guru Berhenti Belajar, Berhenti Pula Menjadi Guru.
Ketika guru berhenti belajar, berhenti pula menjadi guru.
Penulis terlahir dari keluarga sederhana, hidup hanya sekedar makan, terkadang makan apa adanya. Sudah dipastikan keadaan ekonomi di bawah rata-rata. Hal ini berdampak pada Pendidikan. Dahulu ingin sekali jadi santri, tetapi kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan ditambah minimnya dukungan orang tua. Hingga mimpi itu tidak terlaksana, tetapi penulis tidak putus harapan. Banyak jalan menuju Roma. Maka itu, penulis berusaha menjemput ilmu dengan para ulama dikampung penulis. Ulama dikampung penulis tidak beda keilmuannya. Justru banyak orang-orang dari luar kampung penulis yang berguru kepada para ulama di kampung penulis. Sejak duduk di bangku MI/SD hingga sekarang penulis berusaha menjemput berbagai macam ilmu.
Ketika duduk dibangku Madrasah Ibtidaiyah (MI) berguru kepada ustadz Naman, ustadz Nasroji, ustadz mustahil. Madrasah Tsanawiyah (MTs) berguru kepada ustadz H.Zahrudin (Kitab Nahwu, shorof, dan fikih) ustadz H.Dasuki (Nahwu dan shorof). Madrasah Aliyah (MA) berguru kepada KH. Zaenun (Kitab Hadits, Nahwu, Fikih, Tafsir, dan Falaq). IAIN berguru kepada ustadz Mundzir (Nahwu, fikih, dan akhlak). Ustadz H. Ahmad Haromain ( Kitab tafsir, hadits dan fikih) dan kepada para dosen dilingkungan masjid campus IAIN Fatullah . Ketika menjadi guru, berguru kepada KH. Hifdzillah ( kitab Nahwu, fikih, dan Saidah). KH. Hasan Basri (Kitab nahwu, fikih, tafsir dan Akhlak).
Belajar tidak sebatas pada dinding-dinding sekolah dan mencari selembar kertas. Belajar sepanjang hayat itu harus tertanam pada setiap individu wabilkhusus kepada para pendidik. Ketika pendidik berhenti belajar, maka berhentilah pula nilai keguruannya.
Belajar merupakan sebuah kewajiban. Islam sangat konsen dalam hal pendidikan. Semua ajarannya berisi tentang pendidikan. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi ada nilai-nilai pendidikannya. Maka itu, Islam menjunjung tinggi masalah pendidikan, bahkan Allah mengangkat derajat bagi orang-orang yang berpendidikan. Dengan ilmu yang didapati bisa mendapatkan posisi yang terbaik di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam surat al-Mujadallah ayat 11.
"... Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan."
Coba saja perhatikan orang-orang yang mendapat posisi terbaik mereka yang keilmuannya tertinggi. Itulah janji Allah.
Begitu juga Rasulullah sangat memperhatikan masalah pendidikan dalam hal ini menuntut ilmu atau belajar. Sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha'if Sunan Ibnu Majah no. 224.
"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim."
Sejak kapan dan sampai kapan kita menuntut ilmu atau belajar? Sejak lahir manusia sudah mulai belajar. Ya, belajar melihat, mendengar, bergerak dan selanjutnya berangsur-angsur menjadi manusia Pembelajar hingga hayat di kandung badan. Belajar itu tidak ada batasnya. Belajar itu bukan hanya di bangku sekolah, atau sebatas strata kelas. Belajar itu tidak mengenal kelas. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya.
“Tuntutlah ilmu dari buaian (bayi) hingga liang lahat.”
Sebagai seorang pendidik dituntut untuk selalu mengupgrade kualitas diri dan mengupdate perkembangan ilmu pengetahuan yang terus-menerus berkembang dalam upaya memantaskan diri menjadi pendidik yang terbaik.
Pendidik yang hanya puas pada zona nyaman akan tergilas oleh roda perkembangan zaman. Pendidik akan tertinggal jauh bahkan bisa-bisa pendidik tersebut akan ditinggalkan. Kondisi hidup terus mengalami perubahan tentunya akan berimbas pada seluruh lini kehidupan, tidak boleh tidak kita harus mengikutinya. Contoh ketika pandemi terjadi di seluruh dunia, di mana orang tidak bisa bergerak bebas karena ada pembatasan pertemuan, jaga jarak dan tidak boleh berkerumunan. Semua aktivitas kerja dan belajar dilakukan dari rumah. Apa yang terjadi? Banyak pendidik yang tidak siap dan bingung karena tidak menguasai teknologi (komputer/laptop).
Nah, di sinilah sebagai seorang pendidik harus terus belajar, belajar dan belajar. Ketika guru itu berhenti belajar, pada saat itu pula guru tersebut berhenti menjadi guru.
Sebagai seorang pendidik tidak berhenti pada pengusaan materi dan metodelogi semata, masih banyak ilmu yang harus dikuasai oleh seorang pendidik. Di antaranya:
Public speaking, ice breaking, desain grafis, blog, YouTube, writing, dan ilmu lainnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
Mantap Pak. Terima kasih pencerahannya.
BalasHapusTerima kasih udah silaturahmi
Hapus