Sebuah Arti Kepedulian

Sebuah Arti Kepedulian 

Cing Ato

Guru Blogger Madrasah 

Rabu, 17 Juni 2024. Ada seorang murid yang bernama "Alfa...." beliau alumni tahun 2017 MTsN 5 Jakarta. Beliau menyapa lewat messenger kepada saya. Bukan saja menyapa, beliau pun menawarkan jasa untuk mengantar saya lewat grab-nya jika saya hendak ke rumah sakit untuk check up ke dokter tanpa imbalan alias gratis. Ini kalimat yang beliau tulis dan saya abadikan dalam artikel sederhana ini. 

        "Assalamualaikum Cing Ato, perkenalkan saya alumni MTsN 5 Jakarta tahun 2017. Melihat perjalanann Cing Ato saya salut pak. Nah, kebetulan juga saya baru bulan ini nge-grab pak, saya siap ngabdi ke bapak semisalnya butuh check up ke rumah sakit, saya siap ngantar pak. tidak usah bayar pak."

Sebagai seorang guru yang pernah mendidik beliau saya terharu dan bangga mendapatkan seorang murid yang mempunyai rasa simpati dan empati terhadap gurunya. 

Dalam dunia pendidikan selain ilmu pengetahuan yang diberikan, ada yang tak kala penting yang harus ditanamkan sejak dini yaitu pendidikan karakter. 

Bahkan menurut pandangan para cerdik pandai pendidikan dimulai dengan cara mendidik adabnya (karakter) terlebih dahulu baru ilmu pengetahuan. 

Karakter inilah yang akan menghantarkan peserta didik menjadi manusia bermanfaat bukan hanya untuk dirinya saja, tetapi juga untuk orang lain.

Anies Rasyid Baswedan pernah berkata dalam sebuah ceramahnya di suatu lembaga pendidikan. Beliau mengatakan "Ada tiga komponen yang harus ada dalam proyeksi pendidikan abad-21. Pertama karakter, kedua kompetensi, dan ketiga literasi."

Beliau mengatakan yang pertama kali dibangun adalah karakter. Apa sih karakter itu? Menurut Dr. Hamka Abdul Aziz, M.Si dalam bukunya "Karakter guru profesional"

Karakter adalah watak dasar manusia yang tercipta sejak ia dilahirkan. 

Pada dasarnya watak manusia sejak lahir adalah fitrah/suci, namun lingkungan sekitarnya yang mengubahnya atau mewujudkannya. Di sinilah peran pendidikan sangat menentukan anak berkarakter atau tidaknya.

Seorang doktor pernah menulis sebuah buku tentang bagaimana cara menatap masa depan yang ideal. Bukunya laris di pasaran dan anak-anaknya sukses baik dalam pendidikan maupun pekerjaan. Semua anaknya mempunyai kedudukan yang penting dalam sebuah perusahaan besar, namun apa yang terjadi ketika istrinya/ibu dari anak-anaknya sakit hingga meninggal tak satupun anak-anaknya datang untuk melihatnya. Padahal doktor/ ayah dari anak-anaknya berulang kali dihubungi, tapi jawabannya sibuk.

Bagai tercabik-cabik hatinya, teori yang ia tulis dalam karya tulisnya bertolak belakang hasilnya. Ia pun menarik kembali seluruh bukunya.

Begitu pun yang terjadi akhir-akhir ini dan yang sedang viral belakangan ini. Sepasang suami istri tua renta meninggal di istana yang ia bangun tanpa ada satupun anak-anaknya yang mendampingi. Sungguh miris dan tragis anak-anak yang ia besarkan dalam kehidupan serba kecukupan dan berpendidikan tinggi, tapi pada realitanya tidak mempunyai rasa kepedulian terhadap orang tuanya.

Kenapa demikian terjadi? Jawabannya karena orang tua lebih memperhatikan ilmu pengetahuan--agar bisa mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan -- dan kurang terhadap pembentukan karakter. Padahal karakter itu sangat penting dalam kesuksesan dan kebahagiaan hidup.

Demikian betapa pentingnya pendidikan karakter melebihi yang lainnya. 



Cilincing, 25 Juli 2024








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Duta Guru Inspiratif DKI Jakarta; Anugerah GTK Madrasah Berprestasi Tingkat Nasional 2024.

Pandangan Orang

Tukang Minyak Keliling Pencetak Para Sarjana