Hamba Sang Pemaaf

Hamba Sang Pemaaf 

Cing Ato
#BelajarMembaca
#SelfMotivated

Habis salat Subuh mencoba membaca buku Ayah kisah Buya HAMKA. Baru baca kata pengantar dari Dr. Taufik Ismail yang berjumlah 11 halaman. Eh, tiba-tiba ada mendung di mataku, lalu rinai-rinai hujan mencoba menghampiri pipiku. Sepontan jemariku membelainya dengan penuh kasih.

Kucoba bersuara karena istriku menyapaku. Loh, kok suaraku parau dan dadaku seperti sesak ...

          "Jangan ajak bicara dulu Mi, aku sedang terbawa emosi," ucapku kepada istriku.

          "Bujug, dah...Ayah," timpal istriku sambil tertawa 

Ya, begitulah aku terkadang hanyut terbawa perasaan seolah-olah aku dapat merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita itu.

Aku memang tidak pernah melihat sosok Buya HAMKA, tetapi aku kenal melalui karya-karya tulisnya seperti karya yang sangat monumental, yaitu Tafsir Al-Azhar. 

Di samping itu juga aku beberapa bulan yang lalu pernah membaca karya beliau yang lain seperti, Di bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya kapal Van Der Wijck

Sekarang aku sedang membaca jejak rekam beliau dalam buku AYAH Kisah Buya HAMKA yang ditulis oleh putra beliau pak Irfan Hamka.

Setelah aku mulai idep-idepan (Bahasa Betawi) belajar menulis. Aku baru memburu buku-buku berbau Sastra se kelas Buya HAMKA.

Memang kita butuh untuk membaca kisah-kisah kehidupan orang-orang hebat. Setidaknya kita bisa mengambil pelajaran dari tokoh tersebut.

Kita juga sudah tahu bersama sebuah ungkapan yang kurang lebihnya seperti ini" Manusia itu adalah madrasah/sekolah" artinya darinya kita bisa belajar tentang kebaikan dan keburukan.

Bukankah 2/3 isi kitab suci Al-Qur'an itu membahas tentang sejarah? Sejarah orang -orang yang diberi petunjuk--intinya kita selaku makhluk untuk belajar dan mengikutinya-- dan orang-orang yang tersesat, artinya kita belajar untuk menjauhi sekecil mungkin perbuatan kesesatan yang dilakukan umat terdahulu.

Dari tulisan Dr. Taufik Ismail pada kata pengantar buku  "Ayah Kisah Buya HAMKA", ada yang bisa kita ambil sebagai pembelajaran, yaitu sifat pemaaf yang dilakukan oleh Buya HAMKA terhadap fitnahan dan bullying Pramudya Ananta Toer  bersama Lenteranya yang berafiliasi dengan Lekra/PKI.

Secara implisit permohonan maaf Pramudya Ananta Toer dengan mengirimkan calon mantunya untuk belajar Agama Islam kepada beliau. Buya HAMKA pun menerima dengan lapang dada.

Begitu juga ketika beliau kedatangan ajudan presiden Sukarno yang meminta beliau untuk menyalatkan jika presiden Sukarno meninggal. Padahal presiden Sukarno pernah memenjarakan beliau selama 2 tahun 4 bulan tanpa proses pengadilan. Beliau pun datang menyalatkan sebagai imam salat jenazah.

Begitulah sosok Buya HAMKA yang sangat luar biasa. Tidak ada sebersit di dalam hatinya untuk membenci atau balas dendam terhadap orang-orang yang zalim kepadanya. Biarkan saja sejarah akan mencatatnya.

Jadi teringat pernyataan Anies Rasyid Baswedan yang kurang lebihnya seperti ini "Biarkan saja orang-orang yang sering mem-bully dan memfitnah orang lain lewat medsos. Tulisan dan perkataan mereka akan selalu diingat oleh  orang lain dan anak keturunannya. Ingat para sejarawan akan mencatatnya sebagai bukti sejarah kejahatannya."

Demikian, bahwa apa yang kita kerjakan baik dan buruk akan dilihat orang. Maka itu, berhati-hatilah dalam berselancar mengarungi bahtera kehidupan ini.

Cakung, 21 Januari 2024

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Guru Adalah Takdirku

Dibutuhkan Sebuah Kepedulian Terhadap anak-anak, ketika berlangsungnya salat berjama'ah.

Terjungkal Kursi Rodaku, Ketika Hendak Ke Musala.