Teman Lintas Suku dan Agama

Teman Lintas Suku dan Agama 

Cing Ato

#OurStory

Mentari mulai menampakkan wajahnya, setelah semalaman ia terninabobokan oleh pekatnya malam. Aku pun tak ingin ketinggalan, sejak kokok ayam jantan di samping rumah melantunkan nyanyian indah. Aku langsung terjaga dari tidur panjang.

Ketika aku sedang duduk santai di teras rumah sambil mataku memandang ke jalan depan rumah. Mataku terperanjat dengan sesosok tubuh gagah tinggi dengan seragam militer. Aku pikir tentara Belanda yang sedang nyasar alias salah jalan. Mataku tak henti memperhatikan hingga tentara itu semakin mendekatiku.

Tentara itu pun masuk ke pekarangan rumah ku. Aku pun belum mengetahui siapa tentara yang menghampiriku. Ketika aku sedang berpikir, tiba-tiba tentara yang memakai seragam loreng itu menyapaku.

"Assalamualaikum," sapa tentara

"Waalaikum salam," jawabku

"Hai, Harto!"

"Siapa ya ?"

"Coba, tebak siapa? Sambil ia membuka baretnya.

"Wow, Joni.... keren....keren....keren...," aku takjub dibuatnya.

Aku tak menyangka teman sepermainan waktu kecil kini menjadi seorang tentara. Apalagi beliau keturunan atau berdarah Taipan alias Cina. Aku sangat bangga sekali ia bisa lolos masuk tentara. Seingatku jarang sekali orang keturunan Cina masuk tentara. 

Pada kesempatan itu ia menceritakan bagaimana bisa lolos dan diterima masuk tentara. Ia menceritakan ketika ingin mengikuti tes masuk tentara, untuk sampai ketempat tes ia harus menumpang mobil truk, karena memang tak banyak uang di sakunya. Aku tahu memang ia berasal dari keluarga sederhana. Ia dan orang tuanya bertempat tinggal di sebuah rumah petak/kontrakan tidak jauh dari rumahku.

Aku memang sudah lama tidak bertemu, karena ia harus hijrah mengikuti orang tuanya ke luar Jakarta. Seingatku ia pindah ke daerah Jati Barang Jawa Barat. Pernah sebelum menjadi tentara ia singgah ke rumahku. Ia bercerita bahwa ia baru saja ditodong di dalam bus tingkat, ia sempat dipukul dadanya. Aku lihat ia masih menahan sesak di dadanya. Sesekali ia menarik nafas dalam-dalam.

Namun, setelah beberapa tahun tidak bertemu, ia pun mampir ke kampungku. Ia menyempatkan diri ke rumah untuk berjumpa denganku. Mungkin untuk menunjukkan diri bahwa ia menjadi seorang tentara/TNI. Aku sebagai teman cukup bangga atas pilihan hidupnya menjadi seorang prajurit TNI. 

Aku juga dahulu ingin menjadi seorang TNI. Waktu kuliah aku sempat ikut organisasi Resimen Mahasiswa (Menwa). Aku pernah ikut latihan di Rindam Jaya dan di daerah Ciampea. Selama latihan di Rindam Jaya kedisiplinan sangat ketat. Makan, tidur, dan bahkan ingin ibadah ke masjid untuk melaksanakan salat Jum'at berjalan seperti berjalannya seorang TNI. Tidak asal tidur, makan, dan berjalan semaunya. Pokoknya semua penuh kedisiplinan. 

Namun, sayang cita-cita itu tidak tersampaikan, karena aku lebih memilih menjadi seorang pendidik. Biarlah aku berjuang membela negara lewat jalur pendidikan. Walau aku tidak menjadi TNI dan Polri, tapi murid-muridku banyak yang menjadi TNI dan Polri.

Aku berteman dengan siapa saja tidak melihat suku, agama, dan status ekonominya. Maka aku punya teman orang Cina, Batak, Madura dan suku lainnya. Siapa saja yang baik aku temani, sementara teman yang tidak baik aku jauhi walaupun satu suku dan agama.

Ada temanku yang beragama non muslim pun aku temani. Ketika berbicara aku tidak pernah menyinggung masalah kepercayaan terhadap agamanya. Bagiku urusan agama merupakan urusan pribadi. Hingga kini tetap bertegur sapa ketika bertemu di jalan. Aku lihat ia aktif dalam kegiatan keagamaannya.

Hingga kini aku tidak bertemu lagi dengan teman kecilku yang menjadi tentara/TNI. Entah ditugaskan di luar daerah atau ia sudah tiada. Aku berharap ia masih hidup dan berbahagia dengan keluarganya.

Cakung, 4 November 2023







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Duta Guru Inspiratif DKI Jakarta; Anugerah GTK Madrasah Berprestasi Tingkat Nasional 2024.

Hadiah dari Allah yang Terabaikan

Tukang Minyak Keliling Pencetak Para Sarjana