Terjungkal Kursi Rodaku, Ketika Hendak Ke Musala.

Terjungkal Kursi Rodaku, Ketika Hendak Ke Musala.

Cing Ato
#SarapanPagidenganMemulis

Sore itu penulis tertidur pulas. Tiba-tiba terdengar kumandang azan Magrib. Penulis agak sedikit kaget, karena penulis harus ikut salat  Magrib berjamaah di musala. Biasanya setengah jam sebelum magrib sudah mempersiapkan diri. 

Biasa setiap pulang dari madrasah, penulis selalu rebahan dan meluruskan kaki. Maklum sejak pukul 05.00 WIB hingga 16.00 WIB penulis duduk di kursi roda. Badan pun lelah sekali, sehingga harus direbahkan. Namun, terkadang ketiduran.

Memang sudah bertekad harus salat berjamaah di musala walaupun dalam kondisi di kursi roda. Minimal satu waktu maksimal semua waktu. Mumpung Allah masih beri waktu dan kesempatan hidup.

Penulis minta diantar dan di dorong oleh istri. Alhamdulillah, istri bersedia dan justru beliau senang bisa berjama'ah di musala. Penulis terkadang tidak pulang selepas magrib hingga waktu salat Isya, itu pun kalau kondisi badan sedang tidak ada masalah.

Waktu sehat dahulu memang sering tidak pulang selepas salat magrib. Penulis isi waktu antara Magrib dan Isya untuk menghafal Al-Qur'an. Setiap hari menghafal hanya satu ayat, kecuali ayatnya pendek-pendek bisa lima ayat. Alhamdulillah, bisa hafal satu juz.  Namun, setelah sakit hafalan hilang, karena tidak dimurajaah/dibaca ulang setiap hari.

Karena takut tertinggal salat berjamaah, penulis mencoba untuk meminta si bontot untuk menurunkan penulis dari dalam rumah. Maklum rumah agak tinggi dari jalan. Biasanya istri yang menurunkan sementara si bontot membantu dari depan. Kebetulan istri sedang mengambil sajadah dan mukena. Jadi penulis pinta si bontot menahan roda dari belakang, ternyata si bontot tidak kuat. Roda pun terbalik ke belakang lalu leherku membentur lantai. 

Istri agak sok melihat apa yang terjadi, sambil jangtungnya berdebar-debar ia berusaha mengangkat tapi tidak kuat. Sementara tetangga sedang tidak ada di rumah. Akhirnya kursi roda terangkat juga. 

Dalam kondisi dag-dig-dug istri mendorong roda terus sampai di depan musala. Sementara penulis menggeleng-gelengkan kepala ke segala arah. Ada sedikit sakit yang kurasai. Tapi, penulis tetap melanjutkan untuk salat berjamaah. 

Ada seorang jamaah menghampiri dan menggantikan mendorong kursi roda penulis hingga masuk ke samping musala.
Kebetulan penulis salatnya di samping ruang utama musala, tinggal buka pintu samping, jadilah posisi di shaf pertama. 

Melihat realita yang ada, kasihan istri kalau mendorong terus kursi roda, sementara jalan yang penulis lalui tidak rata, ada yang mendaki, ada juga polisi tidur. Apalagi tetangga rumah memarkir motor disepanjang jalan sehingga jalan agak sempit. Terbersit dalam pikiran, kalau begitu harus beli kursi roda elektrik, setidaknya meringankan istri dan yang lainnya. Istri tinggal mengikutinya saja dari belakang.

Sebenarnya harganya cukup mahal, dan teman yang pernah terkena penyakit yang sama seperti apa yang terjadi pada diri penulis menyarankan untuk mengurungkan membeli kursi roda elektrik. Beliau bilang insyaallah, bisa jalan kembali. Tetapi, melihat realita yang ada dan juga untuk meringankan beban mereka yang mendorong, dengan terpaksa saya harus membelinya.

Kebetulan tempat kerja penulis ada koperasi. Cukup lewat koperasi membelinya. Di samping tidak terlalu mahal dibandingkan dengan kredit di tempat lain, juga sebagian keuntungan koperasi kembali kepada penulis. Semakin banyak aktif di koperasi, tentunya SHU-nya cukup lumayan.

Penulis mencoba membuka aplikasi shopee dan melihat model-model kursi roda elektrik, dari yang termurah hingga yang paling mahal. Penulis tertarik dengan salah satu model, harganya pun terjangkau. Penulis mencari model kursi roda yang bisa menggunakan mesin dan manual (Bisa digayuh dengan tangan).

Sebenarnya prinsip penulis tidak mau menyusahkan atau ketergantungan dengan orang lain. Sepanjang penulis mampu mengerjakan sendiri. Maka, penulis akan kerjakan sendiri. Andaikan ada kesulitan, mencoba untuk mengatasinya. Jika, sudah buntu, baru minta tolong kepada orang lain.

Ketika kita selalu ketergantungan ada dua kerugian. Pertama, jika tempat bergantungnya tidak ada. Maka, kita akan kebingungan. Kedua, terkadang kita akan manut kepada orang tempat kita bergantung. Pasti kita akan menuruti apa yang ia mau. Maka itu, selagi kita mampu untuk mandiri, kerjakanlah sendiri.

Semoga, badai cepat berlalu, bisa berjalan kembali, dan bisa beraktivitas dengan leluasa. Aamiin 🤲

Cilincing, 14 Juni 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Guru Adalah Takdirku

Dibutuhkan Sebuah Kepedulian Terhadap anak-anak, ketika berlangsungnya salat berjama'ah.