Terima kasih asih Ayah
Terima Kasih Ayah
Cing Ato
Guru Blogger Madrasah, motivator literasi, pegiat literasi, penulis, desainer, dan teacher MTs N 5 Jakarta.
Rinai hujan mulai redah, sementara semilir bayu masih menyelimuti tubuh, tiada seorang pun yang berani keluar dari pondoknya. Lebih baik bermesraan dengan keluarga di rumah daripada bermesraan dengan dinginnya semilir bayu.
Nun jauh di sana ada seorang ibu yang sedang mengandung jabang bayi terlelap dininabobokan oleh sejuknya udara. Dia hanya berteman bantal guling dan selimut yang menutupi separuh tubuhnya.
Dengan berdinding kelambu yang mampu membentengi gempuran segerombolan nyamuk. Membuat lelapnya tidur dan bermesraan dengan mimpi yang berkepanjangan.
Rembulan mulai memasuki peraduan, sementara ayam jantan berkokok bersahut-sahutan laksana konser musik dikegelapan malam. Belum lagi gonggongan anjing liar menambah syahdunya malam itu.
Ibu yang sedang hamil itu terjaga dari tidurnya, badannya sedikit mengulet ke kanan dan ke kiri. Lalu ia terbangun untuk mempersiapkan salat Subuh.
Tak berapa lama terdengar suara merdunya Muazin melantunkan azan Subuh. Seisi rumah pun terjaga lalu melaksanakan salat subuh.
Hari demi hari dilalui oleh ibu yang sedang hamil. Sementara perutnya semakin lama semakin membesar. Tinggal menghitung hari akan lahir jabang bayi.
Lahirlah jabang bayi tanpa didampingi seorang suami. Bayi itu adalah aku. Ibuku telah pisah ranjang dengan ayahku ketika kandungannya berumur 6 bulan. Aku dengar dari orang hampir saja aku mau digugurkan, karena ibuku agak sedikit stres.
Aku pun diasuh oleh ibuku. Ketika aku sudah mulai besar ibuku menikah dengan seorang lelaki. Akhirnya aku punya dua ayah. Ayah kandung dan ayah yang membesarkan dan membiayai sekolahku hingga aku menjadi seorang sarjana.
Walau ayah keduaku bukan seorang yang berpendidikan, tapi aku bangga dengan beliau. Kalau dilihat latarbelakang kedua ayahku bertolak belakang. Ayah kandungku beliau seorang Muazin dan imam di Musala, sementara ayah keduaku seorang jawara yang cukup disegani.
Sampai-sampai ada seorang berkata,"Ente laksana Nabi Musa yang dirawat Firaun. Nabi Musa sejak kecil dirawat Firaun Dia jadi Nabi. Begitulah ente, dirawat oleh orang yang latarbelakangnya suram, tapi ente jadi orang berpendidikan," jelasnya.
Ayahku bangga mempunyai aku, walau aku bukan anak kandungnya. Bahkan ada yang berkata ,"Ente dahulu sering digendong-gendong di atas pundak oleh ayahmu itu, beliau sangat sayang." Begitulah tutur kata yang aku dengar dari orang.
Sejak kecil aku tidak menuntut apa-apa dari orang tuaku. Karena orang tuaku tidak mempunyai pekerjaan tetap, sehingga penghasilan pun tidak tetap. Pernah karena tidak punya uang, aku terpaksa makan nasi dengan garam.
Aku sering membantu orang tuaku kerja, baik habis pulang sekolah maupun hari libur. Membantu di sawah, jadi tukang pembakar arang kayu, mencari rongsokan, menggembala itik di sawah, berdagang bebek goreng, dan pekerjaan yang lainnya. Aku berhenti membantu pekerjaan orang tuaku sampai aku sudah menikah, karena aku sudah menjadi seorang guru. Namun, jika tidak mengajar dan waktu libur aku suka datang membantu.
Aku berusaha belajar dengan tekun. Tidak kenal waktu kapanpun aku selalu belajar. Sehingga aku selalu mendapatkan lima besar di kelasku.
Aku bertekad untuk melanjutkan untuk kuliah. Aku harus dapat universitas negeri. Sebab, kalau tidak kuliah di negeri orang tuaku tidak akan sanggup membiayainya.
Alhamdulillah, aku mendapatkan kesempatan kuliah di IAIN Jakarta dengan dua jalur. Jalur prestasi dan jalur tets. Berbahagialah hatiku bisa kuliah di universitas negeri. Orang tuaku pun sangat bangga aku bisa kuliah di universitas negeri.
Pernah suatu hari ayah keduaku ditanya pak ustaz.
"Bagaimana si entong kabarnya?" Tanya pak ustaz.
"Alhamdulillah, si entong sedang kuliah di IAIN Jakarta," jawab ayah keduaku.
"Alhamdulillah, senang saya mendengarnya," ujar pak ustaz.
Kebetulan aku pernah sekolah di tempatnya pak ustaz.
Aku sangat berterima kasih kepada ayah keduaku. Walau beliau terkenal akan kejawaraanya, tapi sangat memikirkan pendidikan anak-anaknya. Terima kasih ayah . Semoga, jerih payah ayah membesarkan dan mendidikku menjadi amal jariyah. Aamiin yaa rabbal a'lamin.
Cakung, 04 Desember 2022
Komentar
Posting Komentar