Batasan Aurat di hadapan Mahram
Batasan aurat dihadapan mahram
Suharto
#Catatan Harian Sang guru
Mentari sudah keluar dari peraduannya, sorot matanya yang tajam menyapa alam semesta dengan penuh ceria. Penduduk bumi sudah mulai banyak yang beraktivitas. Karena hari ini hari libur. Banyak digunakan waktu untuk olah raga. Begitu juga dengan Husen. Ketika Husen sedang istirahat di teras rumah, tetiba Hasan menghampiri.
"Astagfirullah..., aurat itu ke mana-mana." Teriak Hasan sambil istighfar.
"Eh, maaf Sen, aku habis olahraga. Badanku gerah sekali. Jadi aku buka baju," jawab Husen.
"Oh, iya. Bicara masalah aurat. Aku jadi ingin bertanya kepadamu. Apa si yang dimaksud aurat itu Sen?"
"loh, memangnya, kamu tidak tahu San?"
"Hehehe, lupa Sen."
"Makanya San jangan main Handphone terus, coba banyak belajar, pasti tidak akan lupa."
"Iya, San terimakasih kamu telah mengingatkan. Insyaallah, nanti saya akan belajar dengan sungguh-sungguh."
"Baik aku akan jelaskan. Aurat itu menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah bagian badan yang tidak boleh kelihatan (menurut hukum Islam), kemaluan, atau organ untuk mengadakan perkembang biakan. Intinya anggota badan yang tidak boleh ditampakkan di depan umum."
"Oh, iya pintar juga kamu Sen."
"Aku bisa karena belajar setiap hari, baik ada ulangan atau tidak dan juga tidak perlu disuruh oleh orang tua atau guru."
"Kalau Mahram itu apa ya, Sen?"
"Semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya, karena sebab keturunan, persusuan, dan pernikahan dalam syariat Islam."
"Eh, dulu Sen. Itu yang dimaksud mahram sebab persusuan maksudnya apa?"
"Mau tahu banget apa mau tau aje?"
"Ya, Ilah Sen kamu begitu banget dengan teman."
"Hehehe, bercanda San. Ok, Mahram persusuan. Aku kasih contoh saja deh. Misalnya kamu waktu bayi disusukan oleh tetangga kamu, maka kamu menjadi mahram kepada ibu yang menyusui kamu. Termasuk juga kamu jadi mahram terhadap anak-anaknya ibu yang menyusui kamu."
"Oh, gitu Sen!"
"Iya, jadi kalau kamu nyusu dengan Sapi, maka ibumu Sapi, hahaha."
"Het dah, orang lagi seirus, dia becandain."
"Santai aje San, ada yang mau ditanya lagi?"
"Ada Sen, kalau batasan aurat laki-laki dengan mahramnya seperti apa?"
"Batasan aurat laki-laki dengan mahramnya, yaitu di antara pusar dan lutut. Jadi kalau di rumah usahakan ditutup, jangan pakai celana pendek. Nah, seperti aku walau tidak pakai baju, tapi pusar dan lutut tertutup. Jadi auratku tidak terbuka. Ok, San."
"Satu lagi Sen. Ini yang terakhir."
"Boleh silahkan tanya sepuasnya, pan aku dapat pahala."
"Kalau batasan aurat perempuan dihadapan mahramnya seperti apa?"
"Batasan aurat perempuan dihadapan mahramnya itu, yaitu para perempuan boleh terlihat oleh mahramnya sebatas kepala, wajah, tangan, dan kaki. Begitu Sen."
"Jadi para wanita kaga boleh pakai rok mini, teng top, yuo can see. Begitu ya, Sen."
"Ya, begitu seharusnya dalam hukum Islam."
"Hebat kamu, Sen."
"Aku bukan hebat, tapi Aku sering membaca. Pan pak guru sering bilang kepada kita bisa itu karena biasa. Biasa membaca."
"Benar kata pak guru, kalau mau pintar harus belajar, belajar, dan belajar. Terima kasih Sen atas penjelasannya."
"Sama-sama San, eh ape lupa kasih air minum."
"kaga papa Sen. Aku pulang dahulu."
"Eh, jangan pulang dulu, aku mau ambilkan air."
"Aku mau ke pasar dahulu, nanti sore aku ke sini lagi."
"Ya, udah. Nanti sore aku tunggu."
"Assalamualaikum."
"'Waalaikum salam."
Hasan meninggalkan rumah Husen, karena dia hendak ke pasar untuk membeli pesanan ibunya. Bersyukur Hasan mempunyai sahabat yang cerdas, sehingga lambat laun dia terbawa cerdas.
Komentar
Posting Komentar