Jangan Mengkayakan Orang yang Sudah Kaya
Jangan Mengkayakan Orang yang Sudah Kaya
….………….………**************,………….………………
"Ingat ! Jika kamu pergi nyupir taksi bawa bekal makan dari rumah. Jangan kamu makan di rumah makan. Karena kamu akan Mengkayakan orang yang sudah kaya."
"Baik bos. Terima kasih."
….………….………**************,………….………………
Agus adalah seorang jongos di sebuah toko milik seorang pengusaha Tionghoa. Beliau bekerja sangat rajin sehingga menarik perhatian bosnya.
"Gus, kamu orang yang rajin, kalau kamu bekerja seperti ini terus kehidupanmu tidak akan pernah berubah. Sekarang begini, coba kamu ganti profesi dari seorang jongos menjadi seorang supir taksi," ucap majikannya.
"Tapi, bos nanti siapa yang bantuin, jika saya tidak kerja di sini," timpal Agus.
"Sudah, jangan kamu pikirkan masih ada Joko yang bantuin."
"Sekarang kamu pergi ke perusahaan taksi dan melamarlah di sana."
"Saya, belum punya SIM bos."
"Ya, sudah ini bawa uang. Silahkan buat SIM dahulu,"
"Ingat ! Jika kamu pergi nyupir bawa bekal makan dari rumah. Jangan kamu makan di rumah makan. Karena kamu akan Mengkayakan Orang yang sudah kaya."
"Baik bos. Terima kasih."
Agus pun pergi membuat SIM di polres. Selanjutnya melamar di perusahaan taksi.
Mulailah Agus berprofesi sebagai supir taksi. Hampir setiap hari Agus menarik mobil, kecuali hari Minggu. Sejak subuh Agus sudah berangkat ke ful taksi dan pulang pukul 17.00 WIB.
Kebetulan istri Agus seorang penjahit kampung. Atas saran bos, Agus diperintahkan untuk mengkursuskan istrinya untuk meningkatkan skill menjahit dengan berbagai pola dan model. Setidaknya dengan skill yang ada dapat meningkatkan kualitas sehingga banyak diburu orang.
Seiring bergantinya waktu dan berubahnya musim, seiring itu pula kehidupan Agus mulai berubah. Agus dengan hasil menyupir dia kumpulkan hingga bisa membeli sebidang tanah di depan jalan. Begitu juga dengan istri Agus kebanjiran pesanan, sehingga istrinya membutuhkan karyawan untuk membantunya, dari karyawan satu, bertambah dua, tiga hingga enam. Tentunya berimbas kepada income.
Hidup tidak selamanya indah. Badai prahara pun datang menghempas bisnis istrinya Agus. Ada penjahit lain merasa tersaingi sehingga pendapatannya berkurang gegara tersaingi oleh istrinya Agus.
Perangkap pun mulai dipasang. Saingan mulai menebar fitnah dikalangan masyarakat. Bahwa keluarga Agus difitnah memakai pesugihan dan akan memakan korban baik dari pekerja yang bekerja di istrinya Agus maupun mereka yang menjahit di istrinya Agus.
Ditambah dengan meninggalkannya salah satu karyawannya. Sehingga menambah keyakinan Masyarakat percaya dengan apa yang dilakukan oleh keluarga Agus.
"Hati-hati mba menjadi korban berikutnya," ucap pesaing menakuti.
"Iya, saya jadi ngeri," ucap salah satu karyawan.
"Mba, kerja di situ kan?"
"Iya, saya kerja di situ."
"Sudah pindah saja di saya. Pokoknya beres saya kasih dua kali lipat."
"Yang bener mba."
"Iya... ."
"Ok, besok saya dengan teman langsung gabung dengan ibu."
Mulailah satu-persatu karyawan meninggalkan usaha menjahit istrinya Agus. Hanya masih dua karyawan yang bertahan. Karena karyawan itu tahu bagaimana istrinya Agus membangun usahanya karena kerja keras dan berusaha belajar meningkatkan skill. Majunya usaha bukan karena pesugihan, tetapi karena kualitas hasil jahitan bagus dan di atas para penjahit yang ada di kampung itu.
"Kemana si Ayu dan Ani? Biasanya sudah pada datang," Tanya istri Agus kepada salah satu karyawannya.
"Kurang tahu ya, Bu." Jawab karyawan.
"Ada apa ya?"
Tetiba ada tetangga kampung datang ke tempat istrinya Agus.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
"Eh, Bu Ambar masuk,"
"Terima kasih. Seperti ada yang dipikirkan Bu Agus?"
"Eh, itu karyawan saya kok tidak datang."
"Loh, tadi dijalan saya papasan dengan beliau berdua."
"Oh, gitu. Terima kasih Bu Ambar."
Keesokan harinya Bu Agus dan karyawan menyelidiki keberadaan Ayu dan Ani. Ternyata beliau berdua sudah pindah bekerja di kampung sebelah.
Dapat satu bulan Ayu dan Ani tidak kerasan bekerja di tempat terbaru. Karena fasilitas yang diterima tidak sesuai perjanjian. Bos selalu marah-marah dalam bekerja dan selalu menjelek-jelekkan bu Agus dan usaha jahitannya. Diperparah beliau berdua menguping pembicaraan Bos dan suaminya yang sedang mengatur siasat untuk menghancurkan usaha bu Agus.
"Oh, ternyata mereka yang memfitnah bu Agus. Kurang ajar beliau. Sudah kita kabur dari sini dan lapor dengan bu Agus."
Ani dan Ayu pergi dari bosnya, tapi kepergok bosnya.
"Kemana kalian?"
"Berhenti dari sini, kamu licik dan sudah memperdayai saya berdua."
"Dari mana kalian mengetahuinya,"
"Ingat, sepandai-pandainya kamu menutupi keburukan, lambat laun akan tercium juga."
"Sudahlah, nanti akan kutaikkan gajimu dua kali lipat."
"Sori, tak Sudi."
Ani dan Ayu akhirnya kembali bekerja kepada
Bu Agus lalu menceritakan apa yang terjadi sebenarnya. Masyarakat pun mengetahui peristiwa itu.
Usaha menjahit Bu Agus kembali ramai. Bahkan, hampir seluruh masyarakat menjahit kepadanya. Hasil dari usaha menjahit mampu mencukupi kebutuhan hidup dan biaya pendidikan anak-anaknya sampai menjadi sarjana.
Sementara hasil yang diperoleh Agus dari hasil menyupir dan ditambah dengan penghasilan istrinya mampu mendirikan mini market.
Kehidupan Agus dan keluarga berubah dari seorang jongos sebuah toko kini menjadi seorang pengusaha. Begitu juga istrinya terus mengembangkan usahanya. Bukan saja sebagai penjahit, beliau pun melebarkan usaha dengan membuka lembaga pelatihan menjahit.
Komentar
Posting Komentar