Halim dan Halimah
Halim dan Halimah
.........................********"*******....................
"Ini salahmu juga Lim, kenapa kamu diam saja. Aku sering cemburu dengan kamu Lim, jika ada teman wanita mendekatimu. Aku ini seorang wanita, walaupun senang dengan seseorang lelaki aku tidak akan mengutarakannya. Aku menunggu ucapan dari kamu Lim pada saat itu. Tapi tak kunjung kudapati."
.........................********"*******....................
"Kemarin aku jalan-jalan dengan Halimah, sepertinya hati ini bahagia sekali " kata temanku.
Bagai disambar petir hatiku membuncah. Aku sedikit terperanjat dibuatnya, karena gadis yang dia ceritakan adalah Halimah teman sekelasku yang aku juga menyenanginya
Halimah adalah gadis ayu anak seorang guru mengaji. Parasnya cantik dan anggun. Aku sempat ke rumahnya dan aku tertegun dibuatnya. Mungkin saat itu aku melihat dia adalah satu-satunya gadis cantik di sekolah ku.
Aku kenal pertama kali ketika aku kelas satu SMA. Kebetulan Halimah satu kelas dengan ku. Hampir setiap hari aku bertemu. Tapi aku tidak berani untuk menyatakan cinta. Begitu juga dengan Halimah. Dia pun mencintai aku, tapi dia tidak berani menyatakan cinta.
Akhirnya cinta itu terpendam begitu saja. Terkadang aku suka bareng ketika bubaran sekolah. Aku dan Halimah hanya membicarakan seputar pelajaran saja tanpa membicarakan masalah pribadi.
Suatu hari ketika bulan suci Ramadan, sekolahku mengadakan buka puasa bersama. Ketika waktu berbuka kebetulan aku sedang duduk dikursi guru di depan kelas. Tetiba Halimah mengantarkan segelas es buah.
"Lim, ini es buah," ucap Halimah.
"Makasih," timpalku.
Kebetulan aku sedang makan kue, hingga belum sempat aku minum. Melihat pemberiannya belum disentuh, Halimah mengambil kembali. Akupun terperanjat.
"Hey...! Kenapa diambil lagi," teriakku.
Halimah tidak menjawab langsung keluar kelas. Sepertinya agak marah karena pemberiannya aku belum sentuh.
Sejak kejadian itu Halimah agak sedikit jauh, aku hanya membiarkan saja. Tapi terkadang aku diam-diam suka mencuri pandang. Sebenarnya aku tidak mau pacaran dahulu, Karena targetku aku harus belajar dan bisa kuliah di perguruan tinggi negeri. Maklum jika tidak dapat negeri, sepertinya aku tidak akan kuliah. Mengingat kuliah di swasta membutuhkan biaya banyak.
Tak berapa lama kudengar temanku sudah putusan dengan Halimah, aku hanya pora-pora tidak tahu. Dan aku hanya tertawa saja dalam hati. Setelah aku selidiki ternyata ada kawanku yang lain mencintainya. Sebenarnya beliau berdua adalah kakak kelasku. Kebetulan aku kenal mereka ketika aku masuk organisasi Pramuka. Yang lucunya beliau berdua curhatnya sama aku.
"Hahahaha...., Lucu hidup ini. Ternyata satu gadis dijadikan rebutan. Tapi tak satupun yang dapatinya"
Sebelumnya terjadi pertikaian dengan kedua temanku. Cukup ramai kejadiannya, akupun sempat mendengarnya. Aku hanya tertawa saja dibuatnya. Aku memang tidak terlalu memikirkannya. Dan aku memang tidak terlalu serius untuk masa sekarang ini, karena aku harus fokus belajar.
Aku tak begitu memperhatikan Halimah, hingga aku tamat SMA.
Biarlah Halimah terbang dengan mimpi-mimpinya, begitu juga denganku. Belajar adalah lebih penting dari hanya sekedar bercinta dengan seorang wanita yang belum saatnya. Masih terlalu dini bagiku untuk urusan cinta.
Selepas SMA aku meneruskan kuliah lewat jalur prestasi. Kebetulan waktu SMA aku termasuk siswa yang diperhitungkan, karena sejak kelas satu hingga kelas tiga aku selalu berada pada peringkat lima besar. Sementara Halimah masih jauh di bawahku.
Halimah meneruskan ke perguruan tinggi swasta di Jakarta. Kabar ini ku dapat dari beliau sendiri. Kebetulan secara tidak disengaja aku bertemu di salah satu toko buku terbesar di bilangan Pasar Senen Jakarta Pusat. Halimah yang memanggilku.
"Lim,...Lim,...Lim,"
"Sepertinya ada yang manggil namaku, siapa ya?" Aku menengok ke arah suara. Kulihat sesosok wanita cantik.
"Lim,...Lim,...Lim, aku Halimah," teriak Halimah sambil melambaikan tangan.
Aku hanya tertegun dibuatnya. Sebab fostur tubuh Halimah sudah berbeda dan memakai kaca mata. Tapi suaranya masih kuingat.
Aku hampiri Halimah yang sedang berdiri di salah satu rak buku.
"Eh, Limah. Aku sempat tidak kenal limah. Andai limah tidak memanggil aku tidakkan tahu."
"Sombong kamu Lim,"
"Bukan aku sombong, tapi memang aku tidak mengenalmu. Apalagi penampilan Limah sudah berubah. Aku rada pangling melihatnya."
"Oh, iya Limah kita sudah lama tidak bertemu, bahkan putus komunikasi."
"Ya, kamunya yang jauhi aku."
"Bukan aku menjauhimu, tapi.....,"
"Tapi, apa?
"Ya, perlukah aku sebut?"
"Memangnya ada apa Lim?"
"Tidak enak aku membicarakannya?"
"Tidak apa Lim?"
"Ya, sudah aku harap Limah jangan kaget."
"Tidak...!"
"Baik Limah, waktu kamu dulu di SMA banyak yang menyenangimu bahkan mereka mengajak jalan-jalan. Dan anehnya mereka curhatnya sama aku. Coba bagaimana hati ini tidak galau. Akhirnya aku berusaha untuk menjauhi kamu dan fokus untuk belajar."
"Ini salahmu juga Lim, kenapa kamu diam saja. Aku sering cemburu dengan kamu Lim, jika ada teman wanita mendekatimu. Aku ini seorang wanita, walaupun senang dengan seseorang lelaki aku tidak akan mengutarakannya. Aku menunggu ucapan dari kamu Lim pada saat itu. Tapi tak kunjung kudapati. Ya, akhirnya banyak lelaki yang datang mengutarakan cinta. Ya, aku hanya menganggapnya sebagai teman saja. Hati kecilku sebenarnya masih mengharapkanmu. Tapi ya, sudahlah."
"Wow...lucu ya masalah kita. Bercinta tapi sulit untuk mengutarakannya. Sudahlah yang lalu biar berlalu. Sekarang kita fokus untuk belajar dahulu."
Aku lalu membelokkan pembicaraan agar tak larut dalam masa lalu.
"Oh, iya Limah kamu kuliah di mana?
"Di perguruan tinggi swasta dan memgabil jurusan bahasa Inggris."
"Hebat, keren itu Limah."
"Hebatan kamu Lim, diterima perguruan tinggi negeri."
"Kuliah itu sama saja baik di negeri atau di swasta. Semua tergantung kita mau belajar atau tidak."
"Maaf Lim, aku tinggal ya. Aku mau ada acara keluarga."
"Lah, buru-buru sekali."
"Maaf Lim, assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Halimah meninggalkan aku, aku tak bisa mencegahnya. sebenarnya aku masih ingin banyak berbicara dengannya. Mengingat aku baru bertemu lagi. Aku hanya bisa menatapnya dari belakang hingga dia hilang dari pandangangku. Aku pun membalik badan dan meneruskan melihat-lihat buku.
Sejak pertemuan itu, aku tak pernah bertemu lagi. Entah ke mana dia. Aku tak tahu rimbanya. Dia hilang begitu saja bak ditelan bumi.
Komentar
Posting Komentar