Gadis Kepincut
Senja mulai nampak mentari mulai perlahan memasuki peraduan. Burung-burung pun satu-persatu mulai meninggalkan sawah menuju sarangnya masing-masing. Tak ketinggalan pula bocah-bocah kecil dipanggil ibunya untuk masuk ke dalam rumah. Sementara aku mempersiapkan untuk salat Magrib.
Tibalah waktu Magrib ditandai dengan suara bedug bertalu-talu di seluruh musala dan masjid lalu disambut dengan kumandang azan para muazin.
"Alhamdulillah, sudah masuk waktu magrib dan aku masih diberikan kesempatan untuk menjemput dan mengisi waktu Magrib untuk ibadah salat berjamaah di Musala."
Banyak para jamaah berdatangan membuat suasana musala terasa hidup. Apalagi suara imam yang indah ketika membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an membuat salat menjadi khusu. Terkadang aku hanyut dibuatnya. Suara imam yang inda membuat bacaan yang panjang terasa pendek. Bahkan terkadang hati belum puas mendengarkan imam menyudahinya.
Selepas salat aku dan teman-teman bertandang ke rumah ustaz untuk mengaji. Banyak teman-teman di sekitarku mengaji kepada beliau. Bukan saja yang seusiaku, yang dibawahku dan di atas usiaku juga banyak yang mengaji.
Biasa yang senior mengajarkan kepada yunior. Akupun diajarkan oleh para senior. Seiring berjalannya waktu seiring itu pula satu-persatu teman-teman mulai meninggalkan pengajian. Hanya tersisah enam orang. Aku tetap bertahan mengaji dari mulai membaca Al-Qur'an hingga mempelajari kitab kuning.
Ada beberapa teman sepeninggal ustaz menjadi ustaz di lingkungannya masing-masing hingga sekarang.
Suatu hari ketika aku berjalan menuju rumah pak ustaz ada sepasang mata sedang mengawasi gerak-gerikku. Aku tak sadar jika sedang diawasi seorang gadis. Aku biasa saja tanpa curiga.
Hampir setiap aku ke rumah pak ustaz gadis itu selalu ada di teras depan rumahnya memperhatikanku. Aku melihatnya dan kadang tegur sapa. Ya, karena aku kebetulan kenal dengannya.
Suatu hari gadis itu kirim surat kepadaku. Aku sedikit terperanjat dibuatnya.
"Surat apa ya?" Aku menebak-nebak.
Aku masukkan saja surat itu di tas tempat menaruh Al-Qur'an.
Setiba di rumah aku cepat-cepat masuk kamar dan langsung membuka surat itu. Aku baca secara perlahan-lahan. Tetiba aku terperanjat.
"Haaa... Dia kepincut denganku. Aduh gawat pikirku."
Maklum aku pada saat itu belum begitu tertarik dengan wanita atau mungkin bukan wanita yang kuidamkan. Pada saat itu aku tak tahu karena aku fokus dengan mengaji. Apalagi gadis itu rumahnya tidak jauh dengan rumah ustaz. Bisa gawat kalau aku bercinta dengannya. Bisa-bisa disemprot oleh pak ustaz.
Aku tidak balas suratnya. Tapi setelah gadis itu berkirim surat aku jadi salah tingkah ketika melewati rumahnya. Gadis itu pun tetap selalu ada di teras depan rumahnya ketika aku hendak ke rumah pak ustaz.
Gadis itu berkirim surat kedua kalinya. Aku tidak balas lagi. Akhirnya gadis itu kecewa dan malu jika bertemu denganku. Karena cintanya tak terbalas.
Aku tetap terus mengaji sebagai mana mestinya. Kulihat gadis itu sudah tidak menampakkan batang hidungnya lagi. Aku merahasiakan kejadian ini kepada teman-teman. Cukup aku saja dan gadis itu yang tahu.
Setahun kemudian kulihat gadis itu berjalan dengan seorang pemuda dan kebetulan pemuda itu aku kenal. Pemuda itu teman mainku di kampung.
"Syukur deh, gadis itu sudah ada yang suka." Ucapku dalam hati.
Legah hati ini lihat gadis yang kepincut denganku sudah ada yang suka. Akupun terus melanjutkan tugasku mengaji ke pak ustaz.
Komentar
Posting Komentar