Dilempar Jin

Dilempar Jin


Di era tujuh puluhan yang mempunyai televisi bisa dihitung dengan jari. Hiburan jarang sekali. Hiburan hanya ada jika ada pesta pernikahan. Itu pun hanya kalangan terbatas saja. 

Televisi yang ada pun masih dua warna hitam dan putih. Jarang sekali melihat televisi. Jika melihat televisi hampir sepotong kampung duduk bersama.  

Suatu hari ada pertunjukan film di kampung tetangga, berita pun menyebar ke seluruh pelosok. Dari siang para pedagang sudah menyiapkan barang dagangan. Begitu juga para penonton jam lima sore sudah mulai berdatangan dan mencari tempat yang strategis untuk melihat flim. Ada juga yang sampai menggelar tiker.

Ada sekelompok anak muda yang sedang membicarakan tentang rencana melihat film.
"Eh, tadi aku dengar dari tukang  ketoprak ada flim di kampung sebelah, bagaimana kita nonton tidak?" Tanya si Markus.
"Boleh, tuh. Sudah lama tidak pernah nonton film," jawab si botol.
"Kapan kita berangkatnya? Tanya si Jaluk.
"Jam lima saja kita berangkat," jawab  si Jawir.
"Ok, deh... Nanti jam lima kumpul di markas," timpal  si Markus.

Mereka berangkat jam lima sore, maklum tempatnya agak jauh dan hanya berjalan kaki menuju tempat digelarnya pertunjukan film.
Butuh waktu satu setengah jam mereka sampai di tempat.

Pertunjukan fllm digelar di sebuah tanah lapang yang cukup luas. Para pedagang sudah memenuhi jalan yang menuju pertunjukan. Susana ramai seperti pergelaran pasar malam. Susana musik dari tukang kaset menambah hingar bingar suasana pertunjukan.

Tukang dadu koprok pun tidak ketinggalan meramaikan suasana. Sementara dipojokkan kebun banyak bapak-bapak dan anak-anak muda yang sedang menyeruput segelas kopi ditemani dengan hangatnya kue putu bumbung.

Susana semakin malam, tepat ba'da salat Isya flim mulai diputar. Penonton pun sangat bergembira sekali. Tepruk tangan para penonton membuat semakin semangat untuk melihat film. Apalagi kalau jagoannya datang membela orang-orang tertindas. Penonton pasti berjingkrakkan dan tepuk tangan.

"Asik jagoannya datang, matikan saja orang kurang ajar itu, injek-injek, ceburkan ke sungai," gerutu mak-mak sambil gregetan.

"Banting, banting, banting. Nah, begitu. Mampus dah Luh," teriak mak-mak yang lain sambil tangannya bergerak-gerak.

Sorak-sorai penonton menambah suasana semakin mengasikkan. Namun, Suasana yang mengasikkan terusik oleh sekelompok anak-anak muda yang berkelahi di depan layar.

Para penonton yang sedang duduk langsung berdiri dan menghindar. Anak-anak banyak yang terinjak karena tidak sempat berdiri. Tangisan anak-anak yang menjerik, menambah cekamnya suasana. Tak ketinggalan mak-mak pun menjerit-jerit.

Perkelahian antar pemuda kampung tak terelakkan dan menjalar ke mana-mana. Layar pun dirobohkan. Para penonton membubarkan diri. Termasuk si Markus, Botol, Jaluk, dan Jawir  terpaksa pulang tengah malam.

Sesampainya di kampung tempat tinggalnya mereka tidak pulang ke rumah, tapi mereka nginap ke musalah.

"Kita tidur di musalah saja yuk," ajak Markus.
"Ayo, deh. Jija aku pulang tidak dibukakan pintu oleh orang tuaku," timpal Jawir.

Mereka tertidur di musalah, ketika mereka tertidur pulas penunggu musalah marah dan memindahkan mereka ke tempat lain.
Ada yang di taruh di dalam bedug Musalah. ada yang di taruh di keranda jenazah yang di simpan di musalah. Bahkan ada yang di lemparkan ke tegalan sawah pinggir kampung. Ketika waktu subuh mereka terbangun.

Ketika Merbot Musalah menabuh bedug, tetiba Markus teriak.

"Tolong... tolong...tolong... Saya ada di dalam bedug," teriak Markus.

Merbot menghentikan tabuhan karena mendengar teriakkan dan mencari sumber teriakkan.

"Kenapa kamu ada di dalam beduk?" Tanya Merbot.

"Tidak tahu pak, karena saya tadi tidur di dalam Musala, tapi ketika terjaga saya sudah ada di sini," jawab si Markus.

Belum selesai beliau berdua bicara, tetiba ada suara teriakkan dari dalam gudang musalah.

"Tolong...tolong...tolong...," teriak si Botol.
"Lah, itu suara Botol ada di dalam gudang," ucap  si Markus 
"Ayo, pak cepat kita lihat," ajak Markus.

Beliau berdua membuka gudang dan menemukan si Botol dalam keranda jenazah.
Si Botol diturunkan dari keranda jenazah lalu berkumpul di teras Musala. Sementara si Jaluk masih terpulas di pojokan musalah. Tapi ada yang tidak ada, yaitu Jawir.

Mereka mencari kesekeliling musalah tidak ketemu. Setelah salat subuh para jamaah mencari keberadaan si Jawir hingga keluar musalah. Tetiba ada seseorang melihat di atas pohon bambu.

"Itu...itu...itu...lihat di atas pohon bambu," teriak seorang sambil menunjuk ke atas pohon bambu.
"Nah, itu sarung si Jawir," timpal Jaluk.
"Haaa.... sarungnya ada di atas pohon, tapi orangnya di mana?" Mereka bertanya.

Mereka mencari ke pohon bambu, tapi tidak menemukan si Jawir.

"Di mana ya si Jawir?" Tanya si Botol.
Sambil kebingungan si Botol berbalik badan ke arah tegalan sawah. Matanya melihat seperti orang sedang meringkuk di tengah tegalan.

"Itu si Jawir lagi meringkuk," ucap si Botol.
Mendengar teriakkan si Botol orang-orang berlarian menuju apa yang ditunjukkan si Botol. Betul saja si Jawir ditemukan masih dalam kondisi tertidur.

Si Jawir dibangunkan dan di bawa ke Musala. Mereka dikumpulkan berempat lalu diberikan nasehat oleh orang tua dikampung itu.

"Jangan sekali-kali lagi di ulang, bagus kalian tidak dicekek oleh Jin penunggu Musalah," ucap orang tua kampung.

Mereka hanya terdiam ketakutan dan akhirnya pulang ke rumah masing-masing.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Duta Guru Inspiratif DKI Jakarta; Anugerah GTK Madrasah Berprestasi Tingkat Nasional 2024.

Hadiah dari Allah yang Terabaikan

Tukang Minyak Keliling Pencetak Para Sarjana