Ibadah disukai Allah Kurang disukai Manusia
Ibadah disukai Allah Kurang disukai Manusia
Hari ke 9
#LenteraRamadan
Salah satu ukuran kebahagiaan manusia adalah Harta, maka banyak di antara kita yang fokus hidupnya untuk mengumpulkan harta. Sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya agar mudah ngumpulin harta, berebut cari kedudukan/ jabatan ujung-ujungnya juga harta, dan ribut dengan saudara juga ngeributkan masalah harta.
Mencari harta untuk kebahagiaan dunia tidak dilarang dalam Islam, bahkan dianjurkan untuk kesenangan duniawi. Coba perhatikan firman Allah SWT ini.
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.
Rasulullah memperjelas dalam sabdanya.
Dari Anas ra, bahwasannya Rasulullah Saw. telah bersabda, "Bukanlah yang terbaik di antara kamu orang yang meninggalkan urusan dunia karena mengejar urusan akhirat, dan bukan pula orang yang terbaik orang yang menhinggalkan akhiratnya karena mengejar urusan dunianya, sehingga ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu adalah perantara yang menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban orang lain."
Balance/ keseimbangan dalam hidup sebuah keharusan, maka itu, mencari harta untuk kebahagiaan dunia sebuah keharusan. TETAPI INGAT, jangan lupa disebagian harta yang kita miliki ada hak orang miskin. Baik diminta atau tidak harus dikeluarkan. Guna membersihkan harta kita dari hak orang.
وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ
"Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta." (QS. Adz-dzariyat: 19).
Ada dua hal yang berkaitan dengan mengeluarkan sebagian harta untuk berbagi, yaitu:
Pertama, bersifat permanen dan terbatas. Seperti Zakat, pengeluaran zakat ini permanen sifatnya dan terbatas ( ada ukuran tertentu) ada Nishab( batasan harta yang dimiliki) contoh harta perniagaan/ toko/super market. Nihsabnya sama dengan emas yaitu; 93.6 gram/ 94 gram. Besaran zakatnya 2,5 %. Kalau kita punya toko modal awal seperti Nishab emas atau lebih, maka harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Kapan dikeluarkannya? Tentunya setelah Haul ( batasan waktu mengeluarkan zakat) jika kita buka toko pertama tanggal 1 Muharram 1441, maka pada tanggal 1 Muharram 1442 wajib mengeluarkan zakat. Tentunya setelah dihitung seluruh barang dagangan milik pribadi, jika berjumlah seharga Nishab emas atau lebih, maka wajib zakat. Itupun jika tidak punya hutang.
Sedangkan untuk zakat fitrah merupakan sebuah kewajiban umat Islam yang mempunyai kelebihan makanan pada malam hari raya dan pada hari rayanya. Semua ini dilakukan agar tidak ada orang yang kelaparan pada hari raya idul Fitri.
Kedua, tidak permanen dan tidak terbatas. Artinya tidak wajib dan tidak ditentukan ukurannya. Berapa saja dan kapan saja. Contoh, Sedekah, infak, wakaf, hibah, dan hadiah.
Ramadan mengajarkan kepada umat Islam untuk berbagi kepada sesama melalui fasilitas-fasilitas yang telah disebutkan di atas. Ramadan merupakan bulan latihan, selanjutnya agar diterapkan pada 11 bulan berikutnya. Maka itu, jangan berbagi pada bulan Ramadan saja, teruskan pada bulan-bulan lainnya. Jangan setelah Ramadan usai, usai pula semangat berbagi.
Justru ketika kita dinyatakan berhasil, jika kita menerapkan apa yang kita laksanakan pada bulan yang lain sama dengan apa yang kita laksanakan pada bulan Ramadan.
Kita tidak cukup hanya ibadah mahdho/murni, tapi juga perlu bahkan harus melakukan ibadah sosial. Berbagi memang berat. Terkadang kita pikir-pikir dahulu sebelum berbagi, andaikan berbagi juga cari nominal yang terkecil, itupun jika ada, jika tidak lewat saja.
Berbagi adalah ibadah yang kurang disenangi oleh manusia, tapi disenangi Allah. Beda dengan ibadah Haji dan Umroh, semua manusia senang.
Coba bayangkan yang mau pergi haji dan umrah membludak sampai-sampai waiting list/daftar tunggu bertahun-tahun. Tapi coba yang mau berbagi jarang apalagi sampai waiting list . Andaikan yang mau berbagi itu sama dengan semangat orang yang pergi haji dan umrah. Mungkin tidak ada orang-orang kelaparan, anak-anak yang putus sekolah, anak-anak yatim yang terlantar, bangunan masjid dan Musala yang belum kelar bertahun-tahun.
Terkadang kita membangun rumah bermiliar-miliar, tapi berbagi cukup sekedarnya.
Padahal balasan Allah kepada orang yang gemar berbagi sangat fantastis. Sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya surat Al-Baqarah ayat 261.
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui." (QS.Al-Baqarah:261)
Maka dari itu, ayo, kita jadikan momentum Ramadan sebagai titik awal latihan untuk berbagi kepada sesama.
Suharto
Guru Pembelajar MTsN 5 Jakarta
Komentar
Posting Komentar