Si Alifba
Kisah 6
Si Alif dan Ba
#MendidikDiriLewatKisah
Alkisah, diceritakan ada seorang santri dalam sebuah pondok pesantren yang telah menuntut limu bertahun-tahun, tetapi tidak pernah naik tingkat sementara temannya sudah jauh meninggalkannya, bahkan sudah menjadi ustadz. Sebagai manusia biasa tentunya ada rasa minder atau malu, hal ini sebuah kewajaran dan manusiawi. Kitapun terkadang seperti itu.
Bertahun-tahun belajar tidak membuahkan hasil, tentunya ada penyebabnya baik yang datang dalam diri atau di luar diri. Santri ini terkenal dengan sebutan Alifba, kenapa seperti itu? Karena setiap diajarkan pengetahuan yang pertama lalu diajarkan pengetahuan kedua, ditanya balik pengetahuan pertama lupa, jika pertanyaan pertama bisa, ditanya pertanyaan kedua lupa. Contoh, pertama diajarkan huruf Alif setelah huruf Alif bisa lalu naik level huruf ba, ketika huruf ba bisa ditanya huruf Alif lupa, ketika huruf Alif sudah bisa ditanya huruf ba lupa dan begitu seterusnya, hingga santri ini dilabel atau mendapatkan julukan si Alifba.
Akhirnya pada suatu hari si Alifba menghadap gurunya.
"Pak guru, saya sepertinya sudah tidak kuat lagi menuntut ilmu karena saya tidak mampu untuk belajar, saya ingin pulang," ucap Alifba.
"Kamu harus tetap belajar di sini, insyaAllah nanti juga kamu bisa, sabar...," jawab guru.
"Saya malu pak guru, saya mau pulang saja," ucap Alifba lagi sambil sedikit sedih.
"Ya, sudah kalau memang keputusan kamu, tetapi jika kamu mau balik lagi pondok pesantren ini siap menerima kamu lagi," jawab guru.
Alifba akhirnya pamitan lalu meninggalkan pondoknya. Beliaupun berjalan kaki menelusuri perkampungan, di pertengahan jalan tetiba hujan turun dengan derasnya hingga Alifba mencari tempat berlindung untuk berteduh dari derasnya air hujan. Alifba masuk ke sebuah gubuk, sambil menunggu rendahnya hujan matanya melihat sesuatu yang sedikit aneh, yaitu ada sebuah batu besar yang berlubang yang sedang terketesi oleh air yang terus-menerus. Timbul sebuah pertanyaan dalam hatinya.
"Kenapa batu sekeras itu bisa berlubang padahal batu itu keras sekali sementara air itu sifatnya lunak," pikir Alifba dalam hati.
Alifba lama merenungkan kejadian tersebut sambil terus bertanya dan mencari jawaban sendiri. Matanya terus melihat kepada batu yang terketesi air dalam hatinya berkata "Apa ya jawabannya," ucap hatinya.
Setelah lama berpikir Alifba akhirnya menemukan jawabannya"Oh, ini penyebab batu bisa terkikis dan sampai berlubang, karena air itu terus-menerus menimpa batu, Ok, aku paham batu saja yang keras bisa berubah dengan terus-menerus ditempa oleh air. Begitu juga dengan otakku, jika aku terus-menerus berusaha untuk belajar, pasti aku bisa seperti teman-teman bahkan bisa lebih dari mereka, sekarang aku harus balik ke pondok," ucap Alifba dengan semangat.
Singkat cerita Alifba akhirnya menjadi pandai bahkan bisa mengalahkan yang lainnya. Beliaupun menjadi ulama besar dan banyak menghasilkan karya tulis berupa kitab-kitab yang masyhur hingga sekarang. Siapakah beliau? Beliau adalah Ibnu Hajar asqolani.
Kisah di atas tentang menemukan kunci keluar dalam menghadapi masalah belajar, bisa kita jadikan pembelajaran dalam melakukan segala aktivitas.
Ketika kita melihat bangunan yang kokoh dan tentunya di dalamnya penuh dengan segala barang yang berharga. Kita tidak akan masuk karena tertutup rapat, jalan satu-satunya kita harus mempunyai alat untuk membuka penutup atau pintu tersebut, yaitu kunci. Dengan kunci kita bukan saja bisa membuka, tetapi lebih dari itu, bisa melihat bahkan menguasainya. Kunci itu memang kecil, tetapi kebermanfaatannya sungguh besar.
Dahulu penulis ketika duduk di sekolah menengah pertama (SMP/MTs) penulis menemukan kunci belajar hingga penulis termasuk siswa di atas rata-rata dan pada akhirnya menjadi mahasiswa undangan tanpa tets masuk perguruan tinggi negeri dan di samping itu juga penulis lulus mengikuti Tets bersaing dengan tiga ribu peserta. Nama penulispun ada dua pada jurusan yang sama. Itulah manfaatnya kunci belajar.
Semua orang bisa membaca tetapi tidak semua orang mengetahui bagaimana caranya yang efektif dan efisien. Tentunya berbeda-beda caranya, tetapi ada yang sama dari semua itu, yaitu mendawamkan apa yang kita cita-citakan. Pemain sepakbola semakin banyak berlatih semakin menunjukkan keprofesionalannya, begitu juga pelajar semakin terus-menerus belajar semakin pandai.
Diantara cara belajar penulis, yaitu: meringkas pelajaran, membaca berulang-ulang, membuat soal sebanyak materi yang ada sebagai acuan untuk mengukur sejauh mana materi dikuasai. Di samping itu juga penulis sering mencari tempat strategis untuk belajar.
Menjadikan diri pembelajar merupakan sebuah keharusan yang harus ditanamkan pada diri kita, begitu juga kepada anak-anak dan murid-murid kita. Jika jiwa pembelajar ini ada pada diri, anak dan murid pasti akan meningkatkan kualitas kompetisi, haus akan ilmu pengetahuan dan tentunya selalu belajar dengan sungguh-sungguh.
Jiwa pembelajar selalu ada pada diri orang-orang sukses. Maka itu, jika kita ingin sukses jadikan diri menjadi seorang pembelajar.
Demikian, jika kita ingin sukses dalam sesuatu yang kita inginkan, maka kita harus menemukan kuncinya.
Komentar
Posting Komentar