Sebutir Kurma Penghalang Doa
Alkisah, diceritakan ada seorang ahli tasawuf ternama yang tidak diragukan keilmuannya dan kedekatannya dengan Tuhan. Suatu hari ketika beliau pulang menunaikan ibadah haji, beliau mampir hendak membeli buah kurma di salah satu toko buah kurma.
"Pak kurmanya sekian kilo," pinta ahli tasawuf.
"Iya, tuan saya akan timbangkan," jawab pedagang kurma.
Ahli tasawuf melihat ada sebutir kurma yang berada di bawah timbangan, tanpa berpikir panjang beliau ambil beliau pikir kurma itu jatuh dari timbangan tersebut. Beliau makan, kemudian beliau berangkat dengan membawa beberapa kilo kurma untuk persiapan selama berada di perjalanan menuju tempat yang beliau tuju, sesampainya di sana beliau masuk ke sebuah masjid dan duduk di bagian mihrab masjid untuk melakukan dzikir dan doa. Beliau sering berlama-lama di mihrab, ketika beliau sedang melakukan doa, tetiba beliau mendengar suara seperti ada orang yang sedang bercakap-cakap.
"Selama dua bulan ini doa-doa yang beliau panjatkan tidak diterima Allah," kata salah satu suara tersebut.
"Kenapa tidak diterima?" Tanya suara kedua.
"Karena beliau telah memakan yang bukan haknya," jawab suara pertama.
Mendengar suara tersebut ahli tasawuf ini kaget dan langsung mengucapkan istighfar" Astagfirullah.... astaghfirullah.... astagfirullah..." Terus menerus sambil mengingat-ingat apa yang pernah beliau lakukan dua bulan yang lalu. Akhirnya beliau menemukan jawabannya"Oh, jangan-jangan sebutir kurma yang saya ambil di bawah timbangan itu," ucapnya.
Keesokan harinya beliau berangkat ke kota Makkah untuk menemui pedagang tersebut. Sesampainya di kota Makkah beliau tidak menemukan pedagang tersebut, beliaupun bertanya kepada milik toko.
"Tuan beberapa bulan yang lalu saya membeli kurma di toko ini, tetapi kenapa penjual itu tidak ada?" Tanya ahli tasawuf.
"Oh, pemiliknya sudah meninggal itu orang tua saya dan sudah meninggal sekarang toko nya saya dan saudara saya yang meneruskan," jawab pedagang.
"Ada apa dengan orang tua saya?" Pedagang balik bertanya.
" Begini, berapa bulan yang lalu saya membeli kurma dengan orang tuamu, secara spontan saya mengambil kurma yang ada di bawah timbangan, saya pikir itu milik saya yang terjatuh ketika ditimbang, maka saya makan ternyata itu bukan milik saya hingga gegara itu doa-doa saya tidak didengar oleh Allah SWT, Saya minta kamu selaku pewaris Sudi kiranya mengikhlaskan apa yang saya telah makan," jawab ahli tasawuf.
"Tuan saya mengikhlaskan, tetapi ini toko milik bersama keluarga," ucap pedagang.
"Tolong antarkan saya kepada saudaramu," pinta ahli tasawuf.
"Baik tuan" jawab pedagang.
Pedagang mengantarkan ahli tasawuf kesemua saudarannya untuk meminta di halalkan apa yang telah dimakannya. Setelah dimaafkan beliau sudah merasa legah kemudian beliau balik lagi ke masjid untuk melakukan kegiatan rutin dzikir dan doa. Di tengah khusunya berdoa, tetiba terdengar suara.
"Sekarang doa-doanya sudah diterima lagi oleh Allah SWT karena tidak ada lagi benda haram berdiam di tubuhnya," kata suara tersebut.
Mendengar yang demikian akhirnya alhi tasawuf itu legah hatinya. Siapakah ahli tasawuf itu beliau adalah Ibnu Adzom.
Cerita di atas tentang membersihkan jiwa dari sesuatu yang bukan haknya (haram) bisa dijadikan pembelajaran bagi kita dalam menjalankan kehidupan ini.
Dalam hidup ini sering kita dapati bahkan kita pernah melakukannya mungkin mengambil atau mendapatkan sesuatu yang bukan diperuntukkan untuk kita atau tidak kita sadari kita memakan sesuatu yang belum dapat ijin dari yang punya.
Saya pernah melihat atau mungkin kita sendiri, ketika membeli sesuatu lalu ditimbang sama penjual dengan repleknya kita mengambil sesuatu untuk ditambahkan tetapi pedagang sedikit kesal atau tidak mengijinkan. Atau memakan milik pedagang tanpa ijin ketika membeli sesuatu.
Hal ini sepele tetapi di mata Allah ini dikatagorikan sudah mengambil atau memakan yang bukan haknya. Sekecil apapun yang kita perbuat ada perhitungannya. Maka itu, berhati-hatilah dalam mengarungi kehidupan ini.
Firman Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS: An-Nisaa | Ayat: 29).
مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ، فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ» فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ
“Barangsiapa yang mengambil harta saudaranya dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan masuk surga. Lalu ada seorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun hanya sedikit?” Beliau menjawab, “Meskipun hanya sebatang kayu araak (kayu untuk siwak).“
Bagaimana caranya agar yang kita pernah ambil atau makan? Ya, minta dihalalkan atau diganti dengan yang semisal.
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ » .
“Barangsiapa yang pernah menzalimi seseorang baik kehormatannya maupun lainnya, maka mintalah dihalalkan hari ini, sebelum datang hari yang ketika itu tidak ada dinar dan dirham. Jika ia memiliki amal saleh, maka diambillah amal salehnya sesuai kezaliman yang dilakukannya, namun jika tidak ada amal salehnya, maka diambil kejahatan orang itu, lalu dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari)
,
Komentar
Posting Komentar