Part 24
Part 24
GBS MenyerangkuSuharto,M.Pd
MTsN 5 Jakarta
Hari-hari terus berlalu dan tak pernah kembali, begitu juga hidup ini yang telah berlalu tak pernah kembali, tetiba bercermin yang nampak kerutan-kerutan menghiasi wajah, wajah yang dahulu tampan, cantik perlahan-lahan mulai menghilang, penglihatan sedikit demi sedikit mulai pudar, jalanpun tidak segagah dahulu apalagi untuk berlari, yah itulah kehidupan. Maka selagi diberi kesehatan pergunakan sehat sebaik mungkin, jangan sampai sesal tak ada guna.
Begitu juga dengan aku, diusia lima puluh tahun aku tak berdaya, terserang penyakit mungkin karena aku tidak menjaga dengan baik apa yang Tuhan kasih, mungkin ini sebagai teguran agar aku introspeksi diri. Inilah bukti kasih sayang Tuhan kepada hambanya.
Sudah hampir tiga bulan lima belas hari aku dirawat dirumah sakit, aku sudah tidak tahu berapa yang harus dikeluarkan BPJS untuk membiayai pengobatanku. Dokter pernah berkata kepadaku, tapi aku lupa lewat mimpi atau langsung." Pak Harto, pihak rumah sakit sudah berusaha maksimal untuk merawat bapak, mungkin sampai disini saja pihak rumah sakit merawat bapak". Aku hanya terdiam membisu.
Banyak yang bilang aku terkadang tidak sadar, hingga yang datang membesuk aku tidak respon. Kata istriku aku suka marah-marah hingga istriku suka menangis melihat kondisiku. Hingga para suster atau tetangga sebelah suka menghibur istriku.
" Sabar ya bu!... doain saja agar bapak cepat sembuh" kata suster sambil memegang pundak istriku.
" Iya, suster. Makasih" kata istriku sambil mengelap air matanya.
Alat-alat yang menempel ditubuhku tidak ada satupun yang dicopot kecuali impusan yang sudah dilepas. Hampir setiap hari dokter mengunjungi untuk mengecek kondisiku. Terkadang mereka datang bersama-sama sekitar lima dokter tambah dua suster, ada setengah jam mereka ada di ruangan untuk berdiskusi tentang cara kerja ventilator. Ada seorang dokter yang menyapa istriku.
" Bu, bagaimana sudah dipersiapkan di rumah?" Kata dokter memastikan kesiapan di rumah, karena pihak rumah sakit ingin memulangkan ku.
Hampir setiap masuk dokter itu menanyakan persiapan tersebut hingga istriku mengajak dokter keluar ruangan.
" Dokter, saya minta dengan hormat jangan sekali-kali mengulangi kata-kata itu, apalagi didepan suami saya, mohon dokter bijaksana " kata istriku dengan sedikit marah.
" Iya, Bu maaf" kata dokter.
Sejak itu dokter tersebut tidak menegur istriku lagi, semua berjalan sebagaimana mestinya.
Istriku melakukan protes tersebut agar aku tidak sok atau ngedrop, sebenarnya aku udah denger apalagi suster suka nyinggung aku seharusnya sudah pulang, tetapi aku tidak pikirkan.
Siapa sih yang betah di rumah sakit, aku juga ingin pulang , tetapi bagaimana mau pulang sementara alat-alat masih menempel ditubuh.
Bersambung.....
Komentar
Posting Komentar